Ketegangan antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama semakin tinggi. Meskipun Ahok sudah laporkan temuannya ke Presiden Joko Widodo, sejumlah pihak belum melihat aksi Jokowi. Aktivis Indonesian Corruption Watch menyayangkan sikap Presiden Jokowi yang terkesan diam saja.
"Presiden Jokowi jangan seperti hujan sore-sore mendengarkan suara kodok bangkong!" kata Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas kepada Tempo, Jumat, 6 Maret 2015.
Firdaus terheran-heran dengan sikap diam Presiden Jokowi menanggapi ketegangan politik di Ibu Kota. "Apa dia tidak mendengar, membaca, atau menonton berita? Siapa, sih, yang menutupi semua akses sehingga Presiden Jokowi terlihat di sisi berseberangan dengan pemberantasan korupsi?" kata Firdaus. Sebab, menurut dia, Jokowi bersikap seolah-olah tidak tahu ada ketegangan ini.
Menurut Firdaus, momen ini adalah kesempatan bagus bagi Jokowi untuk menunjukkan keberpihakan melawan korupsi. Yang dapat dilakukan Jokowi, kata dia, adalah memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi. "Bukan menggerogoti perlahan," ujarnya.
Mengenai e-budgeting, Firdaus menunggu keberanian Jokowi menggunakannya dalam skala nasional. Menurut dia, tak ada kendala untuk bermigrasi ke e-budgeting dan e-catalogue. "Ahok saja berani, masak Jokowi tidak," katanya sambil menantang janji Jokowi mencegah korupsi.
Sebelum melaporkan dugaan anggaran siluman yang mencapai Rp 12,1 triliun ke Komisi Pemberantasan Korupsi, Ahok terlebih dulu bertemu dengan Joko Widodo di Istana Kepresidenan pada 27 Februari 2015. Keduanya membahas polemik antara Ahok dan Dewan yang berujung hak angket. "Jokowi harus manfaatkan momen ini dengan bertindak. Jangan diam saja," kata Firdaus.
"Presiden Jokowi jangan seperti hujan sore-sore mendengarkan suara kodok bangkong!" kata Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas kepada Tempo, Jumat, 6 Maret 2015.
Firdaus terheran-heran dengan sikap diam Presiden Jokowi menanggapi ketegangan politik di Ibu Kota. "Apa dia tidak mendengar, membaca, atau menonton berita? Siapa, sih, yang menutupi semua akses sehingga Presiden Jokowi terlihat di sisi berseberangan dengan pemberantasan korupsi?" kata Firdaus. Sebab, menurut dia, Jokowi bersikap seolah-olah tidak tahu ada ketegangan ini.
Menurut Firdaus, momen ini adalah kesempatan bagus bagi Jokowi untuk menunjukkan keberpihakan melawan korupsi. Yang dapat dilakukan Jokowi, kata dia, adalah memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi. "Bukan menggerogoti perlahan," ujarnya.
Mengenai e-budgeting, Firdaus menunggu keberanian Jokowi menggunakannya dalam skala nasional. Menurut dia, tak ada kendala untuk bermigrasi ke e-budgeting dan e-catalogue. "Ahok saja berani, masak Jokowi tidak," katanya sambil menantang janji Jokowi mencegah korupsi.
Sebelum melaporkan dugaan anggaran siluman yang mencapai Rp 12,1 triliun ke Komisi Pemberantasan Korupsi, Ahok terlebih dulu bertemu dengan Joko Widodo di Istana Kepresidenan pada 27 Februari 2015. Keduanya membahas polemik antara Ahok dan Dewan yang berujung hak angket. "Jokowi harus manfaatkan momen ini dengan bertindak. Jangan diam saja," kata Firdaus.
No comments:
Post a Comment