Pemerintah tidak perlu khawatir yang berlebihan atas pernyataan PM Tony Abbott yang geram dan muak dengan pelaksanaan hukuman mati. Pakar hukum internasional Prof Dr Hikmahanto Juwana menegaskan Presiden Jokowi tidak perlu khawatir dengan Australia pasca eksekusi mati dilaksanakan.
"Ketidaksukaan pemerintah asing, termasuk Australia, ditunjukkan paling maksimal dengan pemanggilan Duta Besar mereka untuk berkonsultasi. Pemanggilan diperkirakan tidak akan berlangsung lama karena Dubes akan dikembalikan untuk bertugas di Jakarta," kata Hikmahanto kepada detikcom, Kamis (5/3/2015).
"Hal ini yang terjadi pada Belanda pasca pelaksanaan hukuman mati bulan Januari lalu," sambung pria yang disapa dengan Prof Hik di kampusnya.
Menurut Hikmahanto, pemerintah Australia diharapkan tidak melakukan reaksi lebih dari pemanggilan dubes, mengingat kepentingan dan ketergantungan kedua negara sangat besar. Kepentingan yang saling menguntungkan bila dirusak akan tidak sebanding dengan pelaksanaan hukuman mati atas dua WN Australia yang melakukan kejahatan serius menurut hukum di Indonesia.
"Bahkan tindakan berlebihan dari pemerintah Australia akan dikecam oleh publiknya sendiri. Ini tentu membahayakan posisi PM Tony Abbbot yang sedang berada di ujung tanduk dalam kedudukannya sebagai Perdana Menteri," ujar Hikmahanto.
Dalam wawancara dengan radio ABC, seperti dilansir Herald Sun, Rabu (4/3/2015), Abbott mencetuskan, jutaan penduduk Australia muak dengan perkembangan kabar mengenai eksekusi mati Chan dan Sukumaran.
"Kami benci kejahatan narkoba, tetapi kami juga benci hukuman mati, yang kami pikir tak pantas dilakukan untuk negara seperti Indonesia. Terus terang kami muak dengan prospek pelaksanaan eksekusi tersebut," ucap Abbott.
Duo Bali Nine yaitu Andrew Chan dan Myuran Sukumaran saat ini sudah berada di Pulau Nusakambangan untuk dieksekusi mati. Pengamanan di pulau penjara itu kini diperketat.
"Ketidaksukaan pemerintah asing, termasuk Australia, ditunjukkan paling maksimal dengan pemanggilan Duta Besar mereka untuk berkonsultasi. Pemanggilan diperkirakan tidak akan berlangsung lama karena Dubes akan dikembalikan untuk bertugas di Jakarta," kata Hikmahanto kepada detikcom, Kamis (5/3/2015).
"Hal ini yang terjadi pada Belanda pasca pelaksanaan hukuman mati bulan Januari lalu," sambung pria yang disapa dengan Prof Hik di kampusnya.
Menurut Hikmahanto, pemerintah Australia diharapkan tidak melakukan reaksi lebih dari pemanggilan dubes, mengingat kepentingan dan ketergantungan kedua negara sangat besar. Kepentingan yang saling menguntungkan bila dirusak akan tidak sebanding dengan pelaksanaan hukuman mati atas dua WN Australia yang melakukan kejahatan serius menurut hukum di Indonesia.
"Bahkan tindakan berlebihan dari pemerintah Australia akan dikecam oleh publiknya sendiri. Ini tentu membahayakan posisi PM Tony Abbbot yang sedang berada di ujung tanduk dalam kedudukannya sebagai Perdana Menteri," ujar Hikmahanto.
Dalam wawancara dengan radio ABC, seperti dilansir Herald Sun, Rabu (4/3/2015), Abbott mencetuskan, jutaan penduduk Australia muak dengan perkembangan kabar mengenai eksekusi mati Chan dan Sukumaran.
"Kami benci kejahatan narkoba, tetapi kami juga benci hukuman mati, yang kami pikir tak pantas dilakukan untuk negara seperti Indonesia. Terus terang kami muak dengan prospek pelaksanaan eksekusi tersebut," ucap Abbott.
Duo Bali Nine yaitu Andrew Chan dan Myuran Sukumaran saat ini sudah berada di Pulau Nusakambangan untuk dieksekusi mati. Pengamanan di pulau penjara itu kini diperketat.
No comments:
Post a Comment